Kamis, 19 Agustus 2010

Makhluk Aneh yang mengegerkan dunia Ilmu Pengetahuan


Dr Takeshi Yamada, peneliti asal Jepang, menemukan 10 makhluk aneh yang mengegerkan dunia ilmu pengetahuan. Salah satunya adalah monyet vampire di China. Seperti yang kita ketahui tentang vampire, maka hidup monyet vampire ini tergantung dari menghisap darah makhluk lain.

Uniknya makhluk ini dalam beraktivitas banyak menggunakan tangannya, seperti halnya manusia. Spesies ini diyakin sebagai mata rantai yang putus dari evolusi manusia hingga berbentuk seperti sekarang. Keunikan lainnya, monyet ini seperti burung yang menenun sarangnya.














Penemuan Dr Takeshi Yamada yang menghebohkan lainnya adalah keong raksasa yang ditemukan dari laut terdalam. Kakinya seperti chupacabra, karena itu diberi nama siput chupacabras.
Penemuan lainnya adalah siput pemakan daging terbesar di dunia ini, ditemukan awal tahun 2007. Siput ini juga punya senjata racun yang konon sangat mematikan.














Yang tak kalah mengerikan adalah blue merman yang ditemukan di Pulau Sado. Mirip spesies kadal atau bunglon. Makhluk ini juga berbahaya pada tangan-tangannya yang bisa mengembang. Bila usianya semakin bertambah, bintang ini akan terlihat mirip kodok.


Two-Headed Baby
Mumi bayi berwajah dua ini kini berada di museum kedokteran di Coney Island Hospital.













Giant Sea Dragon
Disebut naga laut raksasa ditemukan di dasar laut Pulau Awaji. Makhluk ini diduga telah punah pada awal abad ke-20.


















Prehistoric Horseshoe Crabs
Dua spesies baru kepiting ladam, diduga hidup masa masa pra sejarah sekitar 400 juta tahun lalu. Baru baru ini kepiting purba ini ditangkap oleh tim peneliti dasar laut dari Universitas Higashi Osaka Jepang. Masih ada empat species kepiting purba yang diindetifikasi hidup 250 juta tahun lalu.


















Human-Faced Ant
Penemuan kali ini tak kalah aneh, semut berwajah manusia. Dalam mitologi India dipercaya orang bertabiat buruk akan bereinkarnasi menjadi semut. Ada banyak semut-semut berwajah manusia yang ditemukan di India, melebihi di negara manapun. Salah satu contohnya adalah yang dimiliki dr Takeshi Yamada yang merupakan hasil ekspedisi tahun 2004. Coney Island Anthropoliogical Institute juga memiliki koleksi ini.














St. Helena Giant Earwig
Makhluk yang berasal dari St Helena ini, diduga telah punah pada beberapa decade yang lalu diduga karena pembangunan pelabuhan udara internasional di sana. Himpunan ilmuwan dan pemerhati entomologists melakukan protes dalam beberapa tahun terakhir yang menyebabkan punahnya spesies ini. Penelitian yang dipimpin Dr Takeshi Yamada pada 2005 menemukan beberapa spesies baru earwigs raksasa. Penelitian ini merupakan bagian dari program yang dilakukan di Coney Island University.







Fiji Mermaid
Fiji Mermaid sepanjang 6 kaki mirip putri duyung ditemukan di Shikoku, Jepang. Disebut Ningyo Shinko. Banyak tempat keramat agama Shinto dan kuil Budha mengabadikan mermaid ini sebagai makhluk suci.Orang datang untuk bersembahyang di tempat2 ini setiap hari.

Sumber: Dari berbagai sumber

Penyebab Kesesatan Akidah


Dari pengamatan terhadap sejarah orang-orang yang tersesat di muka bumi dan dengan melakukan pembahasan ilmiah terhadapnya, dapat disimpulkan bahwa penyebab utama kesesatan aqidah adalah tiga hal:

1. Penyimpangan pemikiran dari manhaj berpikir yang benar menurut Islam.
2. Penyimpangan jiwa dari manhaj mental-perilaku yang lurus.
3. Kelemahan iradah (kemauan/kehendak) di hadapan dominasi politik, atau dominasi sosial, atau dominasi spiritual, atau kelemahan iradah di hadapan orang yang memiliki kekuatan dan pengaruh, sehingga ia mampu menggiring mereka yang lemah iradah ini kepada kesesatan.

1. Penyimpangan Pemikiran dari Manhaj Berpikir yang Benar
Aqidah di dalam Islam tidak boleh masuk ke dalam hati atau jiwa seseorang kecuali setelah melalui proses seleksi yang benar dengan menggunakan metode yang ditetapkan oleh Allah swt. Namun banyak manusia yang menjadikan begitu saja dugaan-dugaan atau khayalan mereka menjadi aqidah yang mereka yakini tanpa melalui proses seleksi yang tepat sehingga aqidah mereka tidak didasari oleh ilmu.

Penyimpangan pemikiran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
1.a. Ghurur (merasa diri besar) dan Silau dengan Pendapat Sendiri
Bisa jadi ada sebuah lintasan pikiran atau ide dalam benak seseorang lalu karena merasa dirinya hebat maka ide mentah itu menjadi luar biasa menurutnya, lalu tanpa mengujinya dengan metode yang benar langsung dijadikannya sebagai aqidah yang menjadi keyakinannya. Kemudian pemikiran yang sesat ini ia sebarkan di kalangan awam yang lemah metode berpikirnya dengan ucapan yang dihiasi hujjah palsu atau menggunakan kekuatan pribadinya sehingga mereka menjadi para pengikutnya yang setia.

1.b. Kelemahan Akal dan Menerima begitu saja Pemikiran Sesat yang Dikatakan
Di sebuah komunitas masyarakat biasanya muncul pemikiran yang menyimpang dari jalan yang lurus. Sering kali pemikiran sesat ini mendapat sambutan masyarakat disebabkan oleh keterbelakangan pola pikir mereka, kemudian dengan berlalunya zaman yang panjang pemikiran ini menjadi aqidah masyarakat tersebut yang diwarisi turun temurun dan tidak dapat didiskusikan lagi. Mungkin juga aqidah sesat ini tidak muncul dengan sendirinya, tapi direkayasa oleh pihak tertentu yang mengambil keuntungan dari kesesatan mereka.

Keterbelakangan pola pikir dan kelemahan akal ini biasanya menjadi sebab penyebaran aqidah sesat di masyarakat-masyarakat kuno atau terbelakang yang jauh dari pusat ilmu dan peradaban.

1.c. Ta’ashub & Taqlid Buta

Seseorang yang hidup dalam lingkungan sebuah masyarakat tertentu, pasti di sana ia memperolah banyak informasi dan keterampilan, juga beragam kebiasaan dan perilaku. Perolehan dari lingkungan ini ada yang benar dan ada yang salah. Namun karena ia berasal dari daerah tersebut, terbentuklah perasaan ‘sudah biasa’ atau ‘akrab’ dengan semua itu tanpa peduli benar atau salah. Ketika ia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakatnya boleh jadi terbentuk perasaan ta’ashub (fanatisme) terhadap keluarga, masyarakatnya, dan semua adat kebiasaan serta keyakinan mereka tanpa memberi kesempatan kepada akal sehatnya untuk merenungkan dan mendiskusikan kebenaran keyakinan masyarakatnya dengan timbangan yang benar.

Dengan kata lain bahwa banyak aqidah yang diyakini oleh berbagai bangsa di dunia ternyata adalah aqidah turun temurun dan dapat terpatri dalam jiwa hanya disebabkan oleh ta’ashub terhadap pendahulu atau nenek moyang mereka, baik yang memiliki landasan yang benar maupun tidak. Dan dari pengamatan, ternyata banyak sekali bangsa yang tidak memiliki hujjah sama sekali atas kepercayaan yang mereka yakini selain alasan kepercayaan yang sudah temurun kemudian mereka ikuti dan mereka bersikap ta’ashub terhadapnya.

Bangsa-bangsa tersebut diantaranya adalah bangsa-bangsa penyembah berhala atau penganut polytheisme di dataran Cina, India, Afrika, dan tempat-tempat lain. Seharusnya kepercayaan paganisme khurafat seperti itu tidak mungkin bertahan di era ilmu pengetahuan dan peradaban sekarang ini, ia hanya dapat hidup di zaman kegelapan yang jauh dari ilmu dan pola pikir yang benar. Satu-satunya yang memberi kekuatan bagi kepercayaan berhala khurafat itu untuk hidup di zaman moderen ini hanyalah taqlid buta dan ta’ashub para pemeluknya terhadap kepercayaan nenek moyang mereka.

Bangsa Arab sebelum dan pada permulaan Rasulullah saw diutus termasuk ke dalam kelompok ini. Ketika beliau saw mengajak mereka kepada tauhid dengan logika yang mengalahkan argumentasi mereka, Al-Quran mengabadikan jawaban mereka:

Bahkan mereka berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka”. (Az-Zukhruf (43): 22).

Oleh karenanya, Al-Quran menjatuhkan alasan ini dan menyatakannya sebagai argumentasi yang tidak dapat diterima akal sehat:

Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (Al-Baqarah (2): 170).

Maksudnya: “Masuk akalkah kalau mereka berpegangteguh dengan keyakinan nenek moyang hanya karena alasan taqlid tanpa berpikir sama sekali?! Seandainya nenek moyang mereka tersesat, apakah tetap akan diikuti, padahal mereka telah merasakan kehancuran?!

1.d. Kultus Individu atau Berlebihan dalam Menghormati Tokoh
Dalam setiap ummat biasanya muncul tokoh yang dihormati karena ketaqwaannya, keilmuannya, atau pengorbanannya, … Kadang penghormatan ini berubah menjadi kultus bagi sebagian masyarakat awam yang lemah pola pikirnya atau mereka yang jahil sampai pada tingkat menjadikan tokoh mereka sebagai tuhan atau seperti tuhan. Mungkin juga kesesatan ini didukung oleh “para cendekiawan” yang memanfaatkan kesesatan masyarakat demi kepentingan mereka.

Diantara ummat yang kemudian menyekutukan Allah dengan mempertuhankan tokoh mereka adalah ummat Nasrani yang menuhankan Nabi Isa putra Maryam alaihimassalam, atau ummat Nabi Nuh yang mempertuhankan orang-orang shalih terdahulu yang mereka buat patung-patunya, yakni: Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr.

Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr”. (Nuh (71): 23).

1.e. Filsafat Pemikiran yang Keliru
Akal manusia semata betapapun hebatnya tidak akan mampu mengetahui hakikat zat atau bentuk sesuatu yang ghaib tanpa informasi yang shahih dari wahyu yang pasti kebenarannya.

Hal ini karena akal manusia tidak akan dapat menganalisa, merangkai, atau mengkhayalkan sesuatu kecuali bila bahan-bahannya sudah ada dalam memori otaknya. Sedangkan bahan-bahan itu tidak akan ada dalam memori kecuali melalui interaksi panca indra kita dengan alam nyata. Padahal alam ghaib tidak pernah ‘diakses’ oleh panca indra sama sekali. Sebagai contoh: kita tidak mungkin meminta orang yang buta sejak lahir untuk mengkhayalkan warna biru, dan kalau ia memaksakan diri mengkhayalkannya pastilah khayalannya itu keliru, karena ia sama sekali tidak pernah melihat warna apapun sehingga tidak ada bahan dasar untuk mengkhayalkannya. Orang yang tuli sejak lahir tidak akan mampu menganalisa atau mengkhayalkan suara musik tertentu karena ia tidak pernah mendengar apapun sehingga tidak ada bahan-bahan untuk menganalisa atau mengkhayalkannya…

Begitulah kita melihat kesesatan aqidah muncul akibat akal yang dijadikan hakim penentu keimanan kepada yang ghaib tanpa mau melihat dan mengikuti petunjuk wahyu yang dibawa oleh para Rasul as.

Demikian pula tidak benar menurut akal sehat apabila yang ghaib dianalogikan sepenuhnya dengan alam nyata karena adanya banyak kemungkinan perbedaan yang amat besar antara keduanya dalam hukum-hukumnya, sehingga ia tidak dapat diketahui oleh panca indra. Semua analisa terhadap yang ghaib dengan menggunakan hukum-hukum alam dunia ini menurut akal sehat adalah analisa dan analogi yang keliru.

Mereka yang menganalogikan Allah swt dengan makhluk-Nya dalam Zat dan Sifat-Nya tanpa peduli dengan arahan wahyu, pasti ia akan terjatuh pada kesesatan tasybih (menyamakan Allah dengan makhluk) lalu mengatakan atau membayangkan Dia sebagai jasad yang memiliki batas-batas dan bentuk tertentu seperti makhluk– Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan.

Atau mereka membayangkan bahwa Allah swt adalah ruh yang perlu menyatu dengan jasad makhluk tertentu dalam bentuk manusia, hewan, tumbuhan atau benda mati. Seperti kesesatan Nasrani yang mengatakan Tuhan bersatu dengan Isa alaihissalam, atau beberapa firqah (kelompok) yang mengaku muslimin tetapi sesungguhnya telah murtad karena meyakini aqidah wahdatul wujud (Allah menyatu dengan imam mereka yang mereka kultuskan)

Atau seperti mereka yang mengatakan Allah seperti makhluk yang juga mempunyai istri, anak atau kebutuhan lain…. – Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan.

Seandainya mereka yang tersesat itu mau mendengar arahan wahyu melalui lisan Rasul-Nya pasti mereka akan mengatakan seperti ucapan seorang mukmin yang mengakui keterbatasan akalnya:

كُلُّ مَا خَطَرَ بِبَالِكَ فَاللهُ بِخِلاَفِ ذَلِكَ.

Apapun yang terlintas dalam benakmu, pasti Allah tidak seperti itu.

Karena mengkultuskan akal dalam memikirkan yang ghaib, para filosuf terjatuh pada kesesatan menganggap hari akhirat hanya merupakan alam ruh saja. Dengan sebab itu pula penganut ideologi materialisme dan Dahriyyun mengingkari hari akhir.

Seandainya mereka mau berpikir dan mengakui keterbatasan akal mereka, pastilah mereka akan mengatakan: “Sesungguhnya akal kami terbatas dengan batasan yang dimiliki panca indra, karenanya dengan akal semata kami tidak akan mampu mengkhayalkan bentuk yang ghaib dengan benar. Maka kami menerima semua informasi yang ghaib dari para Nabi dan Rasul yang pasti benar karena mereka didukung oleh mukjizat dan bukti ilmiah nyata tentang kebenaran pengakuan kenabian atau kerasulan mereka.”

Benarlah apa yang dikatakan Imam Syafi’i rahimahullah:

إِنَّ لِلْعَقْلِ حَدًّا يَنْتَهِيْ إِلَيْهِ كَمَا أَنَّ لِلْبَصَرِ حَدًّا يَنْتَهِيْ إِلَيْهِ.

Sesungguhnya akal itu memiliki batas akhir seperti penglihatan yang juga memiliki batas akhir.

2. Penyimpangan Jiwa dari Mental-Perilaku yang Lurus
Ada beberapa kelompok masyarakat tersesat bukan karena ketidaktahuan mereka tentang kebenaran atau bukan karena mereka memiliki pola pikir yang menyimpang, tapi kesesatan mereka disebabkan karena mereka lari dari kebenaran yang sudah mereka ketahui demi memenuhi keinginan hawa nafsu. Ketika seseorang sudah lari dari kebenaran, maka ia akan berusaha menganut paham kebatilan untuk menggantikan kebenaran yang ia hindari dan terus menerus berupaya keras membuat dirinya dan orang lain menerima kebatilan itu hingga akhirnya dianggap sebagai kebaikan. Ia melakukan hal ini, karena bagaimanapun pemikiran dan aqidah yang lurus itu akan menghalangi dirinya untuk mengikuti hawa nafsu, maka ia berusaha menggantinya dengan pemikiran dan aqidah yang sesat agar tidak terjadi kontradiksi atau perang batin antara hawa nafsu dengan prinsip hidupnya. Maka hawa nafsu yang dibantu oleh syaithan menghiasi perbuatan buruk agar terlihat baik, dengan mencari-cari alasan pembenaran meskipun amat jauh sampai keburukan itu betul-betul diterima sepenuhnya oleh jiwa dan tanpa memikirkan argumentasi lagi. Manusia yang sampai pada kondisi jiwa seperti ini benar-benar terjatuh kepada mentalitas dan perilaku terendah – semoga Allah melindungi kita darinya.

Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (Al-A’raf (7): 175-176).

Jika saja orang seperti itu menggunakan akal sehatnya dan berusaha untuk berperilaku lurus, maka ia akan menghilangkan perang batin di dalam dirinya justru dengan menguatkan aqidah kebenaran dan memenuhi keinginan-keinginannya dengan cara yang halal serta mengarahkan keinginan melakukan yang haram dengan merasakan kenikmatan melaksanakan kewajiban dan ketinggian akhlaq. Penelitian dan pengalaman menunjukkan bahwa kelezatan melaksanakan kewajiban dan komitmen dengan perbuatan mulia jauh melebihi kenikmatan hawa nafsu rendah dan lebih menenangkan jiwa.

Penyimpangan mental perilaku ini dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

2.a. Hasad (Dengki)
Adalah salah satu penyakit jiwa yang amat buruk yang mendorong orang untuk melecehkan kebenaran dan mengingkarinya meskipun kebenaran itu didukung oleh argumentasi dan bukti yang amat jelas.

Hasad ditambah ittiba’ul hawa (mengikuti hawa nafsu) menjadi faktor utama pengingkaran dan pembangkangan serta makar Yahudi terhadap kebenaran yang dibawa oleh Nabi Isa as. Oleh karenanya mereka berusaha untuk membunuh Nabi Isa as – namun Allah swt menyelamatkan beliau – sebagaimana telah mereka lakukan terhadap nabi-nabi Bani Israil lainnya alaihimussalam.

Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus (Jibril). Apakah setiap datang kepadamu seorang Rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginan (hawa nafsu) mu lalu kamu menyombong; maka beberapa orang (diantara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh? (Al-Baqarah (2): 87).

Hasad juga yang menjadi penyebab utama permusuhan Yahudi terhadap Rasulullah saw sehingga mereka melakukan berbagai makar terhadap beliau dan dakwahnya, kemudian makar itu terus berlanjut sepanjang sejarah Islam dari khilafah Abu Bakar sampai hari ini.

Ahbar (para tokoh agama) Yahudi hasad kepada Nabi Isa karena mereka khawatir Nabi Isa merebut kepemimpinan agama yang sedang mereka pegang atas Bani Israil yang dengan kepemimpinan itu mereka menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Sedangkan hasad semua Yahudi – kecuali yang masuk Islam – kepada bangsa Arab di masa Rasulullah saw adalah karena mereka telah menanti seorang nabi untuk memerangi bangsa Arab yang menyembah berhala, namun justru bangsa Arab malah beriman kepada Nabi Muhammad saw, maka mereka mengingkari Nabi yang telah mereka ketahui kedatangannya sebelumnya.

Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka , padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la’nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. (Al-Baqarah (2): 89).

Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya . Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al-Baqarah (2): 109).

2.b. Kecenderungan Jiwa yang Menuntut Pemenuhan dengan Cara Menyimpang
Akibat pendidikan yang rusak atau jauh dari manhaj Islam, sangat mungkin tumbuh dalam diri manusia kecendrungan yang tidak wajar seperti tumbuhnya virus jahat dalam tubuh, lalu ia menyebar dan menguasai jiwanya. Bila demikian maka orang ini akan kehilangan keseimbangan kemanusiaannya yang normal dan akalnya seperti tidak mau lagi mengakui kebenaran. Kecerdasannya lalu diarahkan untuk melakukan kelicikan dan keculasan demi memenuhi keinginan jiwa yang telah menyimpang itu.

Orang seperti ini akan menyembelih akhlaq mulia dengan dalih kebaikan, melakukan kejahatan dengan syiar kemanusiaan, dan menghancurkan bangunan al-haq dengan alasan memberantas kebatilan. Bila ada ayat Al-Quran atau hadits Rasulullah saw menghadang di depannya, ia akan mengingkarinya atau menafsirkannya sesuai hawa nafsunya.

Golongan atau kelompok masyarakat yang mengidap penyakit ini diantaranya adalah para penganut paham ibahiyyah (permissif/serba boleh), juga mereka yang mengingkari Allah atau hari akhir, atau orang-orang yang mengaku nabi, atau bahkan menyatakan dirinya tuhan seperti terjadi dalam beberapa episode sejarah.

2.c. Al-Kibr (Sombong)
Kesombongan yang menguasai jiwa seseorang menyebabkan ia berani menolak kebenaran dan melecehkan para pendukung kebenaran. Lalu ia mencari paham kebatilan dan berusaha menghiasinya dengan argumentasi palsu yang tidak berdasar sama sekali.

الكِبْرُ بَطَرُ الحقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ (رواه مسلم

Kesombongan itu sikap menolak kebenaran dan melecehkan orang lain. (HR. Muslim).

Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya, dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya. (Al-A’raf (7): 146).

Sesungguhhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya. Maka mintalah perlindungan kepada Allah, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Al-Mu’min (40): 56).

2.d. Dendam Kesumat
Daulah Islam pernah selama berabad-abad mencapai kekuatannya yang amat besar dengan kebenaran dan keadilan yang dibawanya dalam jihad. Seiring dengan itu ada negara dengan aqidah sesatnya yang tersingkir seperti Imperium Persia yang kemudian sebagian rakyatnya masuk Islam dengan keikhlasan. Namun ada pula unsur-unsur diantara mereka yang menyimpan dendam kesumat terhadap Islam dan kaum muslimin karena mereka masih kuat rasa ashabiyahnya terhadap negara dan aqidah mereka namun tidak berani melawan secara terang-terangan.

Dendam kesumat ini melahirkan berbagai makar dan persekongkolan jahat terhadap Islam dan kaum muslimin sejak dulu hingga kini. Ada yang melakukan perang pemikiran dengan cara-cara licik untuk menyesatkan kaum muslimin dari aqidah yang benar sehingga ummat Islam berpecah belah karena aqidahnya terkena polusi. Ada pula yang melakukan perang secara fisik dengan pengerahan kekuatan demi menghancurkan kekuatan Islam. Mereka yang menyimpan dendam ini amat khawatir terhadap kemurnian aqidah ummat Islam yang akan menimbulkan kembalinya persatuan mereka kembali.

2.e. Motivasi Politis
Beberapa faktor penyimpangan jiwa boleh jadi terkumpul manjadi satu dan membentuk motivasi politis berupa keinginan kuat untuk menjadi penguasa. Motivasi politis ini mendorong pemiliknya untuk mencapai kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Seringkali mereka menganggap aqidah yang benar dalam hati manusia yang beriman sebagai penghalang terbesar hawa nafsu mereka. Oleh karenanya, mereka lantas menyebarkan aqidah sesat seperti atheisme atau permissivisme ke tengah-tengah masyarakat agar memberi dukungan. Kadang kala mereka menggunakan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan untuk membungkus motivasi mereka dengan kedok ilmiah dan menipu para pelajar dan mahasiswa.

Ketika mereka sudah berkuasa biasanya kekuasaan itu mereka gunakan untuk menyesatkan aqidah masyarakat seperti yang dilakukan oleh Namrudz di masa Ibrahim as, atau Fir’aun di masa Musa as.

Sangat mungkin pula mereka yang ingin meraih kekuasaan kemudian menciptakan agama atau ideologi baru dengan kemasan yang menarik orang-orang yang juga memiliki kelainan jiwa atau kemasan yang terlihat baik dari luar untuk menipu orang-orang awam dan lugu. Hal ini mereka lakukan karena motivasi keagamaan sering kali ampuh untuk memompa semangat para pengikut dalam berjuang dan berkorban melawan lawan politiknya yang sedang berkuasa. Diantara mereka adalah orang-orang yang menciptakan aqidah Syiah karena dendam dan motivasi politik sehingga menjadikan isu “Mencintai Ali ra & keluarga Rasulullah saw” sebagai modal untuk menyesatkan aqidah ummat Islam.

3. Kelemahan Iradah
Dalam episode perjalanan sejarah, cukup banyak manusia yang lemah iradah-nya (tidak memiliki keinginan dan keberanian untuk melawan) di hadapan kehendak para penguasa politik yang sesat, atau kekuatan sosial yang mendominasi mereka, atau di hadapan tokoh menyimpang yang berpengaruh.

Ketika iradah melemah akan terhentilah potensi berpikir kritis seseorang dan membuatnya membeo kepada pihak yang kuat. Sebaliknya para penguasa akan memanfaatkan mentalitas budak pengikutnya untuk kepentingan tertentu yang menyesatkan.

Maka Fir’aun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. (Az-Zukhruf (43): 54).

Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “(Tidak). Sebenarnya tipu daya(mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya”. Kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab. Dan Kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir, mereka tidak dibalas melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan. (Saba (34): 33).

___
Diringkas dari:
Al-‘Aqidah Al-Islamiyyah Wa Ususuha, ‘Abdurrahman Hasan Habannakah Al-Maidani, Darul Qalam – Dasmaskus, hlm 587-600

Penulis: 
Ahmad Sahal Hasan, LcLahir di Jakarta dan saat ini dianugerahi 4 orang putra-putri. Memiliki latar belakang pendidikan dari Madrasah Tarbiyah Al-Mushlihin, SMPN 56 Jakarta, SMAN 70 Jakarta, dan LIPIA Jakarta Fakultas Syariah. Saat ini bekerja sebagai Dosen di STEI SEBI dan STIU Al-Hikmah. Aktif di berbagai organisasi, antara lain pernah di amanahkan sebagai Ketua Majelis Syura pada LKI LIPIA Jakarta, Yayasan Bina Amal Islami, dan Staf Kaderisasi pada Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Pusat. Beberapa karya ilmiah pernah dihasilkannya, antara lain "Ilmu Ushul Fiqh, metode Penulisan Para Ulama Ushul Fiqh", "Tauhid dalam Surat Al-Ikhlash", dan "Menutup Aurat dan Pandangan Fiqh Ulama Tentangnya". Hobi utamanya adalah nasyid.

Fatwa Ulama Tentang Atraksi Ilmu Debus



Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia se-Jawa dan Lampung mengeluarkan fatwa bahwa kesenian tradisional debus dengan menggunakan bantuan jin, setan dan mantera-mantera, hukumnya adalah haram karena termasuk kategori sihir.

Ketua MUI Provinsi Banten bidang Ormas dan Hubungan Luar Negeri KH Aminuddin Ibrahim di Serang, , dalam rakorda MUI se-Jawa dan Lampung tersebut dibahas bahwa debus dan atraksi-atraksi sejenisnya dalam pandangan Islam ada yang dibolehkan namun ada yang tidak dibolehkan.

Menurut Aminuddin, diantaranya yang tidak dibolehkan tersebut adalah atraksi-atraksi yang menggunakan bantuan tenaga jin, setan atau mantera-mantera karena termasuk sihir dan perbuatan syirik termasuk di dalamnya debus yang menggunakan kekuatan tersebut maupun dengan ayat-ayat qur`an yang dibolak-balik.

“Tetapi kalau kemampuan itu diperoleh dari latihan keterampilan dan oleh tubuh tidak ada masalah asal jangan dicampur-campur juga,” katanya usai penutupan rakor tersebut.
Aminuddin mengatakan, fatwa tersebut bukan bertujuan menghilangkan nilai seni dan budaya dari debus yang selama ini menjadi ciri khas atau ikon suatu daerah seperti di Banten, tetapi berlaku untuk di semua daerah mana pun juga, sepanjang debus atau atraksi sejenis menggunakan kekuatan-kekuatan setan, jin atau mantera-mantera.

Dalam fatwa tersebut, MUI menimbang bahwa debus serta hal-hal lain yang sejenis akhir-akhir ini semakin merebak dengan bebas dan tersiar secara luas di tengah-tengah masyarakat, baik melalui media cetak dan elektronik, maupun media komunikasi modern.

Dengan demikian, dalam kenyataan debus telah menimbulkan berbagai dampak negatif bagi umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia umumnya, terutama generasi muda pada akidah Islamiyah maupun terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat yang beradab dan berilmu pengetahuan.



Selain itu debus sudah menjadi ikon suatu daerah dan sebagian besar umat Islam dan bangsa Indonesia, baik masyarakat umum maupun para penyelenggara negara, dianggap belum memberikan perhatian maksimal dan belum mengetahui secara tepat pandangan Islam terhadap debus serta hal-hal terkait lainnya.

Selain fatwa tentang debus, maka rakor ke VII MUI se-Jawa dan Lampung di Serang 11-12 Agustus tersebut yang dihadiri sekitar 150 peserta juga mengeluarkan fatwa mengenai hipnotis dan hukum khitan bagi perempuan yang masih terdapat perbedaan antara wajib dan sunat.



Fatwa Atraksi Debus
Oleh : Syekh Abdul Aziz bin BaazMufti ‘Aam Kerajaan Saudi Arabia-rahimahullah rahmatan wasi’ah

Pertanyaan:
Seseorang bertanya : Di sebagian tempat di Yaman kami temui orang-orang yang disebut As-Saadah. Mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang menafikan agama seperti meramal dan lain-lain. Mereka mengaku dapat mengobati orang-orang yang sakitnya kronis, dan sewaktu-waktu memperlihatkan atraksi menusuk-nusuk tubuh mereka dengan pisau atau memotong-motong lidah mereka secara berulang-ulang tanpa hal tersebut membuat mereka menderita. Di antara mereka ada yang shalat, namun sebagiannya lagi tidak shalat. Mereka menikahi orang-orang dari selain sanak keluarga mereka, namun tidak menikahkan sanak keluarga mereka dengan orang lain. Dan ketika berdoa bagi orang yang sakit, mereka mengucapkan, “Ya Allah, ya Fulan (nama salah satu leluhur mereka)”.

Para manusia mengagungkan mereka, menganggap mereka sebagai paranormal dan orang-orang yang dekat dengan Allah. Bahkan mereka disebut sebagai “Lelakinya Allah”. Dan sekarang masyarakat terpecah dalam permasalahan ini. Sebagian menolak mereka, mereka adalah golongan para pemuda dan sebagian penuntu ilmu. Sebagian lagi senantiasa berpegang dengan mereka, mereka ini adalah golongan tua dan selain penuntut ilmu. Ini membutuhkan kesediaanmu untuk menjelaskan hakikat pemasalahan ini.

Jawaban:
Orang-orang tersebut dan juga yang seperti mereka merupakan sekelompok sufi yang memiliki amalan-aman mungkar serta perbuatan-perbuatan yang batil. Mereka juga merupakan sekelompok peramal yang telah disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa mendatangi ‘arraaf’ (tukang ramal)) dan bertanya kepadanya, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari.” (HR. Muslim 11/273, Ahmad 33/457, 47/199)

Ini karena pengakuan mereka mengetahui perkara gaib, pelayanan dan penyembahan mereka kepada para jin, serta penipuan mereka terhadap manusia dengan perbuatan sihir yang mereka lakukan, dimana Allah berfirman dalam kisah Nabi Musa dan Fir’aun :

قَالَ أَلْقُوا فَلَمَّا أَلْقَوْا سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ وَجَاءُوا بِسِحْرٍ عَظِيمٍ
Musa menjawab: “Lemparkanlah (lebih dahulu)!” Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (mena’jubkan). (Al-A’raf:116).
 
Maka tidak boleh mendatangi mereka, bertanya kepada mereka karena hadits mulia dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :

مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ فِيْمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Hakim 1/18, Thobroni Al-Kabir 8/403, AlAusath 3/470).

Adapun do’a yang mereka panjatkan kepada selain Allah serta istighotsah (meminta dihilangkannya bala) kepada selain Allah, persangkaan mereka bahwa bapak-bapak mereka serta leluhur-leluhur mereka memiliki pengaruh terhadap kejadian di dunia ini, penyembuhan mereka terhadap penyakit, atau mereka mewajibkan berdo’a bersama orang-orang yang telah mati serta orang-orang yang ghaib (dari golongan mereka), maka ini semua adalah kufur kepada Allah ‘azza wa jalla dan termasuk ke dalam syirik akbar.

Maka wajib mengingkari mereka, tidak mendatangi, bertanya serta membenarkan mereka. Hal ini karena mereka dalam amalan tersebut telah menggabungkan antara perdukunan, peramalanan dengan amalan musyrik penyembah selain Allah. Begitu pula meminta pertolongan dari selain Allah. Meminta bantuan jin, orang-orang yang telah mati, dan kepada pihak-pihak lain yang cocok bagi mereka, dan mereka mengira bahwa itu adalah bapak-bapak serta leluhur-leluhur mereka. Atau meminta bantuan dari orang-orang yang mengira mereka memiliki derajat kewalian atau karomah. Bahkan semua ini merupakan amalan klenik, perdukunan, peramalan yang munkar dalam syariat yang suci ini.

Adapun atraksi-atraksi mungkar mereka seperti menusuk-nusuk diri mereka dengan pisau atau memotong-motong lidah mereka, maka semuanya ini merupakan tipuan terhadap manusia (seperti atraksi debus, pent.) Dan kesemuanya ini merupakan jenis sihir yang haram, dimana telah ada nash-nash pengharaman serta peringatan terhadapnya dari Al-Quran dan As-Sunnah sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya. Maka tidak selayaknya bagi orang yang berakal untuk terpikat dengan hal tersebut. Ini merupakan jenis yang yang difirmankan oleh Allah ta’ala tentang para tukang sihir Fir’aun :

يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى
“Terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka.” (Thaha : 66)

Maka mereka telah menggabungkan antara sihir dengan klenik, perdukunan, serta peramalan, antara syirik akbar, meminta bantuan dan istighotsah kepada selain Allah dengan mengaku-aku tahu tentang perkara gaib dan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Ini merupakan bentuk kebanyakan syirik akbar dan kekafiran yang jelas, dan juga merupakan amalan perdukunan yang telah Allah ‘azza wa jalla haramkan, dan termasuk pula mengaku tahu tentang perkara gaib yang tidak diketahui melainkan hanya Allah saja, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (An-Naml : 65)

Maka wajib bagi seluruh muslim yang mengetahui perkara mereka untuk mengingkari mereka serta menjelaskan kebejatan perilaku mereka dan menjelaskan bahwa itu semua adalah kemungkaran. Dan hendaknya dia mengangkat permasalahan ini kepada pemerintah jika berada di negara Islam sampai mereka dihukum sebagai perealisasian syariat untuk mencegah kejahatan mereka dan melindungi kaum muslimin dari kebatilan serta penipuan mereka. Dan Allahlah Maha Pemilik Taufik.

Sumber: Blog Metafisis

Ilmu Kanuragan Sebagai Bekal Dakwah



Para wali dan ulama menyiarkan Islam dengan berbagai cara. Namun, seorang muballigh baik kalangan wali ulama atau kiai memang harus memiliki kelebihan dibandaing masyarakat yang lain. Kelebihan ilmu dengan sendirinya menjadi syarat utama, tetapi selain itu harus memiliki keahlian ekstra yang lain, apakah suara yang merdu, kesaktian dalam pengobatan, dan keahlian dalam menaklukkan binatang, penjahat atau mengusir makhluk halus. Kalau tidak, kehadiran mereka tidak bisa melindungi umat yang didatangi.

Kiai Haji Muhammad Cholid seorang mubaligh di Banjarmasin Kalimantan Selatan setiap saat berdakwah ke masyarakat pedalaman yang daerahnya hutan berawa. Masyarakatnya umumnya pencari ikan, tetapi mereka memiliki ancaman serius yaitu dengan banyaknya buaya, setiap saat ada saja orang  disambar predator yang ganas itu, ketika mandi atau mencuci di kali.

Pada suatu ketika terjadi heboh di masyarakat. Ada seorang disambar buaya, maka datanglah mereka kepada ayah kandung KH Idham Cholid mantan Ketua Umum PBNU itu untuk meminta pertolongan. Mereka tidak mau tahu apakah sang kiai seorang pawang yang memiliki ilmu menangkap buaya atau tidak, tetapi mereka mesti minta tolong ke sana dengan yakinnya. Melihat kenyataan itu tidak ada pilihan lain bagi Kiai Cholid kecuali mengabulkan permintaan mereka, walaupun menantang risiko, tetapi tugas keulamaan untuk melindungi umat mesti dijalankan.

Sang kiai bersembahyang kemudian membaca doa, lalu dipersiapkanlah pancing dengan umpan seekor ayam untuk mengkap buaya. Dikatakan hanya buaya penyambar yang akan kena, sementara buaya lain tidak akan memakan umpan itu dan tidak akan ditangkap. Akhirnya tertangkaplah buaya itu dan orang semakin kagum dan takdzim pada Sang Kiai.

Setelah itu orang pada berdatangan minta diajari mantera, pada sat itulah Kiai Cholid mengajarkan mereka tentang kalimat tauhid, dan menuntun mereka bersyahadat. Dengan cara itu orang banyak belajar mantera agar selamat dari sambaran buaya, akhairnya orang ramai-ramai belajar agama. Dengan melalui jalan penyelamatan dan pelindungan pada umat itulah akhirnya orang tertarik untuk memeluk agama Islam.

Penulis: Abdul Mun’im DZ.
Sumber: NU Online